Hakikat dan Pengertian Pendidikan
Pendidikan
merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang
berfikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka
mempertahankan hidup dalam hidup dan penghidupan manusia yang mengemban
tugas dari Sang Kholiq untuk beribadah.
Manusia sebagai mahluk yang diberikan
kelebihan oleh Allah Subhanaha watta’alla dengan suatu bentuk akal pada
diri manusia yang tidak dimiliki mahluk Allah yang lain dalam
kehidupannya, bahwa untuk mengolah akal pikirnya diperlukan suatu pola
pendidikan melalui suatu proses pembelajaran.
Berdasarkan undang-undang Sisdiknas No.20
tahun 2003 Bab I, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.
Menurut William F (tanpa tahun)
Pendidikan harus dilihat di dalam cakupan pengertian yang luas.
Pendidikan juga bukan merupakan suatu proses yang netral sehingga
terbebas dari nilai-nilai dan Ideologi.
Kosasih Djahiri (1980 : 3) mengatakan bahwa Pendidikan adalah merupakan upaya yang terorganisir, berencana dan berlangsung kontinyu (terus menerus sepanjang hayat) kearah membina manusia/anak didik menjadi insan paripurna, dewasa dan berbudaya (civilized).
Kosasih Djahiri (1980 : 3) mengatakan bahwa Pendidikan adalah merupakan upaya yang terorganisir, berencana dan berlangsung kontinyu (terus menerus sepanjang hayat) kearah membina manusia/anak didik menjadi insan paripurna, dewasa dan berbudaya (civilized).
Dari pengertian tersebut bahwa pendidikan
merupakan upaya yang terorganisir memiliki makna bahwa pendidikan
tersebut dilakukan oleh usaha sadar manusia dengan dasar dan tujuan yang
jelas, ada tahapannya dan ada komitmen bersama didalam proses
pendidikan itu. Berencana mengandung arti bahwa pendidikan itu
direncanakan sebelumnya, dengan suatu proses perhitungan yang matang dan
berbagai sistem pendukung yang disiapkan. Berlangsung kontinyu artinya
pendidikan itu terus menerus sepanjang hayat, selama manusia hidup
proses pendidikan itu akan tetap dibutuhkan, kecuali apabila manusia
sudah mati, tidak memerlukan lagi suatu proses pendidikan.
Selanjutnya diuraikan bahwa dalam upaya
membina tadi digunakan asas/pendekatan manusiawi/humanistik serta
meliputi keseluruhan aspek/potensi anak didik serta utuh dan bulat
(aspek fisik–non fisik : emosi–intelektual ; kognitif–afektif
psikomotor), sedangkan pendekatan humanistik adalah pendekatan dimana
anak didik dihargai sebagai insan manusia yang potensial, (mempunyai
kemampuan kelebihan – kekurangannya dll), diperlukan dengan penuh kasih
sayang – hangat – kekeluargaan – terbuka – objektif dan penuh kejujuran
serta dalam suasana kebebasan tanpa ada tekanan/paksaan apapun juga.
Melalui penerapan pendekatan humanistik
maka pendidikan ini benar-benar akan merupakan upaya bantuan bagi anak
untuk menggali dan mengembangkan potensi diri serta dunia kehidupan dari
segala liku dan seginya.
Menurut Ki Hadjar Dewantara terdapat lima asas dalam pendidikan yaitu :
Menurut Ki Hadjar Dewantara terdapat lima asas dalam pendidikan yaitu :
- Asas kemerdekaan; Memberikan kemerdekaan kepada anak didik, tetapi bukan kebebasan yang leluasa, terbuka (semau gue), melainkan kebebasan yang dituntun oleh kodrat alam, baik dalam kehidupan individu maupun sebagai anggota masyarakat.
- Asas kodrat Alam; Pada dasarnya manusia itu sebagai makhluk yang menjadi satu dengan kodrat alam, tidak dapat lepas dari aturan main (Sunatullah), tiap orang diberi keleluasaan, dibiarkan, dibimbing untuk berkembang secara wajar menurut kodratnya.
- Asas kebudayaan; Berakar dari kebudayaan bangsa, namun mengikuti kebudyaan luar yang telah maju sesuai dengan jaman. Kemajuan dunia terus diikuti, namun kebudayaan sendiri tetap menjadi acauan utama (jati diri).
- Asas kebangsaan; Membina kesatuan kebangsaan, perasaan satu dalam suka dan duka, perjuangan bangsa, dengan tetap menghargai bangsa lain, menciptakan keserasian dengan bangsa lain.
- Asas kemanusiaan; Mendidik anak menjadi manusia yang manusiawi sesuai dengan kodratnya sebagai makhluk Tuhan.
Menurut Tilaar (2000 : 16) ada tiga hal
yang perlu di kaji kembali dalam pendidikan. Pertama, pendidikan tidak
dapat dibatasi hanya sebagai schooling belaka. Dengan membatasi
pendidikan sebagai schooling maka pendidikan terasing dari kehidupan
yang nyata dan masyarakat terlempar dari tanggung jawabnya dalam
pendidikan. Oleh sebab itu, rumusan mengenai pendidikan dan kurikulumnya
yang hanya membedakan antara pendidikan formal dan non formal perlu
disempurnakan lagi dengan menempatkan pendidikan informal yang justru
akan semakin memegang peranan penting didalam pembentukan tingkah laku
manusia dalam kehidupan global yang terbuka. Kedua, pendidikan bukan
hanya untuk mengembangkan intelegensi akademik peserta didik.
Pengembangan seluruh spektrum intelegensi manusia baik jasmaniah maupun
rohaniyahnya perlu diberikan kesempatan didalam program kurikulum yang
luas dan fleksibel, baik didalam pendidikan formal, non formal dan
informal. Ketiga, pendidikan ternyata bukan hanya membuat manusia pintar
tetapi yang lebih penting ialah manusia yang berbudaya dan menyadari
hakikat tujuan penciptaannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sindhunata
(2000 : 14) bahwa tujuan pendidikan bukan hanya manusia yang terpelajar
tetapi manusia yang berbudaya (educated and Civized human being).
Dengan demikian proses pendidikan dapat
kita rumuskan sebagai proses hominisasi dan humanisasi yang berakar pada
nilai-nilai moral dan agama, yang berlangsung baik di dalam lingkungan
hidup pribadi, keluarga, masyarakat dan bangsa, kini dan masa depan.
Untuk membentuk masyarakat Indonesia baru
yaitu masyarakat madani yang diridhoi Allah swt. tentunya memerlukan
paradigma baru. Paradigma lama tidak memadai lagi bahkan mungkin sudah
tidak layak lagi digunakan. Suatu masyarakat yang religius dan
demokratis tentunya memerlukan berbagai praksis pendidikan yang dapat
menumbuhkan individu dan masyarakat yang religius dan demokratis pula.
Masyarakat yang tertutup, yang sentralistik, yang mematikan inisiatif
berfikir manusia dan jauh dari nilai-nilai moral dan agama Islam
bukanlah merupakan pendidikan yang kita inginkan. Pada dasarnya
paradigma pendidikan nasional yang baru harus dapat mengembangkan
tingkah laku yang menjawab tantangan internal dan global dengan tetap
memiliki keyakinan yang kuat terhadap Allah dan Syariatnya. Paradigma
tersebut haruslah mengarah kepada lahirnya suatu bangsa Indonesia yang
bersatu, demokratis dan religius yang sesuai dengan kehendaknya sebagai
wujud nyata fungsi kekhalifahan manusia dimuka bumi.
Oleh sebab itu, penyelenggaraan
pendidikan yang sentralistik dan sekurelistik baik didalam manajemen
maupun didalam penyusunan kurikulum yang kering dari nilai-nilai moral
dan agama harus diubah dan disesuaikan kepada tuntutan pendidikan yang
demokratis dan religius. Demikian pula di dalam menghadapi kehidupan
global yang kompetitif dan inovatif, maka proses pendidikan haruslah
mampu mengembangkan kemampuan untuk berkompetensi didalam kerja sama,
mengembangkan sikap inovatif dan ingin selalu meningkatkan kualitas.
Demikian pula paradigma pendidikan baru bukanlah mematikan kebhinekaan
malahan mengembangkan kebhinekaan menuju kepada terciptanya suatu
masyarakat Indonesia yang bersatu di atas kekayaan kebhinekaan mayarakat
dan bangsa Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar